Hukum Taruhan Tanpa Uang

Muslim Terkini.com - Ulasan berikut akan menyajikan hukum taruhan tanpa uang dalam Islam, disajikan dalam bentuk artikel yang akan membahas tentang hukum taruhan tanpa uang boleh atau tidak dalam pandangan Islam.

Acapkali kita melihat di tengah- tengah masyarakat praktek taruhan, baik taruhan yang bersifat bersyarat atau pun hanya sekedar permainan saja.

Bagaimana Islam memandang sebuah taruhan yang tidak berisikan syarat tertentu atau tanpa ada permainan uang di taruhan tersebut ?

Mari kita simak penjelasan berikut yang kami nukil dari pandangan para ulama yang menyebutkan taruhan dengan bahasa agama yakni (maysir).

Baca Juga: Surat Al Baqarah Ayat 219 Arab Latin dan Artinya, Tentang Teka Teki Meminum Khamar dan Judi

Bismillahirrahmanirrahim

BAGAIMAN HUKUM TARUHAN TANPA UANG DALAM ISLAM?

Islam memandang taruhan dengan bahasa Alquran yakni ميسر ( taruhan/ permainan)yang kata tersebut langsung Allah SWT yang menyebutnya dalam surat Al Maidah ayat 90.

Taruhan adalah sesuatu kegiatan dimana saja dan bersepakat diantar keduanya, untuk menentukan menang dan kalah.

Baca Juga: Taruhan dalam Pertandingan Sepak Bola Hukumnya Berdasarkan Alquran Hadits dan Ulama, Ternyata Begini

Berikut pendapat para Ulama menyikapi masalah taruhan (maysir):

Ibnu Utsaimin mengatakan, “Karena engkau dihadapkan pada pilihan antara untung ataukah tidak rugi, maka tidak ada taruhan (qimar) di dalamnya.” (Liqa’ al-Bab al-Maftuh: 201/30, Maktabah Syamilah).

Al-Majma’ al-Fikih al-Islami, mengatakan : “Setiap peserta dihadapkan kepada dua pilihan, untung dengan mendapatkan hadiah atau rugi karena kehilangan uang yang telah diserahkan, inilah tolak ukur taruhan yang haram.” (Taudhih al-Ahkam: 4/351) Imam Malik berkata, “Maisir itu ada dua macam,

1. Maysir lahwi (maisir berupa permainan)

2. Maysir qimar (maisir berupa taruhan)

Hukum Main Poker Online tanpa Taruhan

Saat ini sedang rame main poker online. Ada satu situs yg sedang ngetrend nyediain layanan poker online dgn deposit, yg tntunya u/ taruhan. Mainnya sih asik, mnantang n bs menang dapet grandprice dg nambah deposit. Bgmn tanggapan islam tntang itu? Trim’s

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Dari kasus yang anda sampaikan, menunjukkan bahwa praktek itu termasuk judi karena ada unsur taruhan dan unsur menang – kalah. Pemenang mendapatkan hadiah grandprice yang sejatinya diambil dari deposit yang disetorkan oleh peserta. Kita punya kaidah :

“Setiap permainan yang mana setiap peserta pasti menghadapi 2 pilihan: Utung dan buntung maka itu judi.”

Allah berfirman, menjelaskan keburukan judi,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ . إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Mengapa kamu tidak berhenti (dari perbuatan itu?).

Ada 7 bentuk celaan Allah terhadap judi dan khamr dalam ayat di atas:

Hukum Bermain Kartu Bridge Dengan Taruhan Dan Tanpa Taruhan

PERMAINAN KARTU BRIDGE

Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Kami seringkali bermain bridge bersama rekan-rekan, dimana pemenangnya mendapat 200 riyal dari masing-masing pemain. Apakah hal itu diharamkan dan termasuk dalam perjudian ?

Jawaban. Permainan seperti itu adalah permainan yang diharamkan dan termasuk dalam jenis perjudian, sedangkan perjudian adalah sesuatu yang diharamkan agama sebagaimana firman Allah.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ ۖ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang. Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”. [Al-Maidah/5 : 90-91]

Maka setiap muslim wajib menjauhi permainan seperti itu yang termasuk dalam jenis perjudian, agar mereka mendapat kemenangan, kebaikan dan keselamatan dari berbagai macam keburukan yang ditimbulkan oleh permainan judi sebagaimana disebutkan dalam kedua ayat di atas.

[Kitab Ad-Dakwah Al-Fatawa, hal. 237,238 Syaikh Ibn Baz]

HUKUM BERMAIN KARTU TANPA TARUHAN

Oleh Al-Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta.

Pertanyaan Al-Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta ditanya : Bila permainan kartu tidak membuat lalai dari shalat dan tanpa memberi sejumlah uang (bertaruh) apakah itu termasuk hal yang diharamkan ?

Jawaban Tidak boleh bermain kartu meskipun tanpa bertaruh karena pada hakikatnya permainan tersebut membuat kita lalai untuk mengingat Allah dan melalaikan shalat, walaupun sebagian orang menduga atau menganggap bahwa permainan itu tidak menghalangi dzikir dan shalat. Selain itu, permainan tersebut merupakan sarana untuk berjudi yang merupakan sesuatu yang patut diajuhi, sebagaimana firman Allah.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan“.[Al-Maidah/5 : 90]

Semoga Allah memberi petunjuk. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad beserta keluarga dan para sahabatnya.

[Fatawa Al-Islamiyah, Al-Lajnah Ad-Da’imah 4/435]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq]

Brief Answer: Ketentuan hukum perlu mengatur secara tegas maksud dari delik ataupun norma larangan perju-dian, apakah merupakan ranah delik formil ataukah delik materiil. SHIETRA & PARTNERS menilai, kurang tepat bila dimaknai sebagai delik formil, dimana warga yang bermain kartu tanpa taruhan uang, tetap dimaknai sebagai telah melakukan pelanggaran terhadap hukum, karena perbuatannya yang dilarang oleh hukum, sehingga akan menjadi fatalistis bila kriminalisasi betul-betul sampai terjadi.

Namun, harus dapat kita maklumi, semua kegiatan dapat menjadi sarana “ju-di”. Sebagai contoh, para pemancing ikan bisa saja bertaruh dengan berspekulasi siapakah yang akan mendapat ikan paling besar maka ia yang akan memenangkan taruhan. Bahkan, bermain catur semata untuk “asah otak” sekalipun, dapat dimaknai sebagai “perju-dian” bila hukum memandangnya sebagai delik formil.

Problematik ketiga, apakah taruhannya harus berupa uang? Bagaimana bila taruhannya ialah, sebagai contoh, kuping pihak yang kalah akan disentil oleh pihak yang menang taruhan. Dalam taraf tertentu, bahkan membuka usaha pun bersifat “untung-untungan”, karena tiada kepastian usaha akan sukses atau bahkan menemui kebangkrutan. Sampai tahap tertentu, setiap kegiatan bersifat “spekulatif”, termasuk “bermain saham”. Sehingga delik “perju-dian” harus dirumuskan sangat terbatas sifatnya dan serapat mungkin kualifikasinya, agar tidak terkesan demikian mengekang kebebasan masyarakat.

Terlepas dari dilematika demikian, ilustrasi konkret berikut tidak membahas ranah pidana, namun SHIETRA & PARTNERS akan merujuk secara perdata sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 1082 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 17 Januari 2017, perkara antara:

- PT. GLOSTAR INDONESIA, sebagai Pemohon Kasasi, semula selaku Tergugat; melawan

- 4 orang Pekerja, selaku Para Termohon Kasasi dahulu Para Penggugat.

Gugatan ini adalah gugatan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dikarenakan Tergugat melakukan PHK terhadap Para Penggugat secara sepihak. Perundingan bipartit tidak mencapai titik temu, sehingga diteruskan penyelesaian melalui mediator Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sukabumi, dan telah terbit anjuran oleh mediator, namun Para Penggugat menolak anjuran tersebut, maka selanjutnya diajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.

Yang menjadi pokok gugatan, sesuai norma Pasal 155 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Tergugat tidak boleh melakukan PHK terhadap Pekerja, sampai dengan adanya penetapan / putusan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap dari pengadilan, sehingga Tergugat haruslah mempekerjakan Para Penggugat ke tempat dan bagian semula.

Fakta hukumnya, Tergugat telah melakukan PHK terhadap Para Penggugat secara sepihak pada tanggal 10 September 2015, sebelum memperoleh Penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Namun Tergugat kemudian men-skorsing Para Penggugat terhitung sejak tanggal 16 November 2015 sampai dengan tanggal 12 Desember 2015, dan setelah masa skorsing berakhir Tergugat tidak juga memperkerjakan Para Penggugat.

Mengingat hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat, secara yuridis dianggap belum pernah terputus, maka Tergugat wajib membayar upah dan hak-hak lainnya Para Penggugat setiap bulannya terhitung sejak Para Penggugat di-skorsing sejak tanggal 16 November 2015, sampai dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum yang tetap, karena meski masa skorsing telah berakhir pada tanggal 12 Desember 2015, Tergugat tidak kunjung mempekerjakan kembali Para Penggugat.

Alasan terjadinya PHK, Para Penggugat melakukan perju-dian di lingkungan perusahaan. Bermula pada tanggal 30 Agustus 2015 sekitar pukul 05.30 pagi, Para Penggugat yang kebetulan shift malam melakukan permainan kartu domino untuk mengisi waktu menunggu jam pulang. Namun permainan domino yang dilakukan tidak menggunakan uang maupun taruhan apapun, dimana yang kalah harus mengocok kartu.

Disamping itu, Para Penggugat melakukan permainan domino / gaplek setelah pekerjaan Para Penggugat selesai dan telah mencapai target produksi yang ditentukan oleh Tergugat, sehingga permainan domino tersebut tidak mengganggu pekerjaan Para Penggugat.

Atas kejadian tersebut, Para Penggugat pada tanggal 31 Agustus 2015 kemudian diperiksa dan diperiksa oleh Satuan Pengamanan (Satpam) Tergugat PT. Glostar Indonesia, dimana hasil pemeriksaan Satpam: tidak ada satupun unsur dan bukti bahwa Para Penggugat bermain ju-di dengan uang atau taruhan apapun.

Walaupun Para Penggugat tidak terbukti melakukan perju-dian maupun merokok di tempat kerja sebagaimana hasil pemeriksaan Satuan Pengamanan terhadap Para Penggugat maupun saksi-saksi, namun Tergugat tetap melakukan PHK terhadap Para Penggugat.

Untuk itu Penggugat merujuk pengertian “ju-di” sebagaimana diurai dalam Ensiklopedia Indonesia “Ju-di dapat diartikan sebagai suatu kegiatan pertaruhan untuk memperoleh keuntungan dari hasil suatu pertandingan, permainan yang hasilnya tidak dapat diduga sebelumnya.”

Menurut Dra. Kartini Kartono, “ju-di” adalah “pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai, dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak / belum pasti hasilnya.”

Sementara faktor yang paling esensial akan kita dapatkan ketika merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia, “ju-di” atau “Permainan Ju-di” atau “Perju-dian”, dimaknai sebagai: “Permainan dengan memakai uang sebagai taruhan”. Berju-di adalah “Mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan tebakan berdasarkan kebetulan, dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar dari pada jumlah uang dan harta semula.”

Sementara rumusan delik pidana dalam KUHP terlampau luas (sumir) untuk dapat diterapkan, yakni sebagaimana norma Pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengartikan Permainan Ju-di sebagai “tiap-tiap permainan dimana pada umumnya kemungkinan mendapat untung tergantung pada peruntungan belaka, karena permainannya lebih terlatih atau lebih mahir. Termasuk ke dalam pengertian permainan ju-di adalah juga pertaruhan atau hasil pertandingan atau permainan-permainan lain, yang tidak diadakan antara mereka yang turut serta sendiri dalam permainan itu, demikian juga setiap pertaruhan yang lain.”

Oleh karena permainan ju-di (hazardspel) merupakan kategori tindak pidana (delict) maka unsur-unsur dalam Pasal 303 Ayat (3) KUHP harus terpenuhi yaitu: a. unsur adanya pengharapan untuk menang; b. bersifat untung-untungan saja; c. dengan mempertaruhkan uang atau barang dan adanya insentif berupa hadiah bagi yang menang; dan d. pengharapan untuk menang semakin bertambah jika unsur kepintaran, kecerdasan dan ketangkasan.

Oleh sebab perju-dian merupakan tindak pidana, maka semua unsur-unsur perju-dian harus dibuktikan dahulu, barulah bisa dinyatakan Para Penggugat dinyatakan bermain ju-di dan bersalah. Juga, karena perju-dian merupakan tindak pidana, maka harus terlebih dahulu dilakukan proses hukum pidana untuk membuktikan apakah Para Penggugat terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana perju-dian atau tidaknya, demikian sang Pekerja mendalilkan.

Penggugat menuntut agar pihak Pengusaha menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence), terhadap kesalahan berat yang diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB), kategori kesalahan berat tindak pidana harus terlebih dahulu dilakukan proses hukum pidana untuk membuktikan bersalah atau tidaknya Para Penggugat.

Ditilik dari definisi perju-dian dan unsur-unsur perju-dian, permainan kartu domino tanpa adanya taruhan uang atau barang, dan tanpa adanya hadiah dalam bentuk apapun bagi yang menang, tidak dapat dikategorikan main ju-di ataupun perju-dian, maka dengan demikian PHK yang dilakukan Tergugat haruslah dinyatakan batal demi hukum. Tanpa taruhan, maka kegiatan demikian semata sebagai permainan belaka.

Disamping itu, seharusnya dilakukan skorsing terlebih dahulu oleh Tergugat, sementara Tergugat mengajukan permohonan penetapan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Setelah Tergugat mendapatkan penetapan mengenai PHK tersebut, barulah Tergugat diperbolehkan melakukan PHK terhadap Para Penggugat, bukan justru memutar-balik prosedur.

Terhadap gugatan sang Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Bandung kemudian menjatuhkan putusan sebagaimana register Nomor 13/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.Bdg tanggal 20 April 2016, dengan amar sebagai berikut:

1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;

2. Menyatakan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Para Penggugat tanggal 10 September 2015, adalah tidak sah dan batal demi hukum;

3. Menyatakan hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat tidak pernah putus;

4. Menyatakan Para Penggugat atas kekeliruannya diberikan Sanksi Surat Peringatan 3 (SP III);

5. Memerintahkan Tergugat untuk memanggil dan mempekerjakan kembali Para Penggugat kebagian dan tempat semula, paling lambat 14 hari sejak putusan ini dibacakan;

6. Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) kepada Para Penggugat sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) setiap harinya apabila Tergugat lalai menjalankan putusan ini;

7. Membebankan seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp329.000,00 kepada Negara;

8. Menolak gugatan Para Penggugat selain dan selebihnya.”

Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan yang menarik untuk disimak, meski tidak dengan suara bulat, sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:

“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 16 Mei 2016 dan kontra memori kasasi tanggal 30 Mei 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:

“Bahwa alasan Tergugat melakukan PHK terhadap Para Penggugat berupa melakukan ju-di dan merokok di tempat kerja, tidak terbukti sebagaimana telah dipertimbangkan oleh Judex Facti sehingga Putusan Judex Facti mempekerjakan kembali Para Penggugat sudah tepat;

“Menimbang, bahwa namun demikian Hakim Ad Hoc PHI I Dr. Horadin Saragih, S.H., M.H. menyatakan beda pendapat (dissenting opinion) dengan mengemukakan alasan-alasan sebagai berikut:

“Bahwa keberatan kasasi dapat dibenarkan karena Judex Facti telah salah menerapkan hukum mempekerjakan kembali para pekerja / Para Termohon Kasasi dengan pertimbangan:

1. Bahwa perselisihan PHK antara Pemohon dengan Termohon Kasasi tidak terkait dengan alasan PHK yang dilarang sesuai ketetentuan Pasal 153 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003;

2. Bahwa sesuai pembuktian yang telah benar dipertimbangkan Judex Facti, terbukti Para Pengugat telah melakukan permainan kartu domino namun tidak melakukan perju-dian yang merupakan pelanggaran Pasal 24 ayat (4) PKB dan setara dengan SP III;

3. Bahwa menimbang Para Termohon telah melanggar PKB sebagaimana telah dipertimbangkan dan adanya tuntutan ex aequo et bono maka beralasan hukum serta adil PHK antara Pemohon dengan Termohon Kasasi dengan kompensasi sesuai maksud Pasal 161 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 berupa 1 (satu) kali uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak dengan tanpa upah proses karena upah skorsing telah dibayar sampai dengan Putusan Judex Facti;

“Menimbang, bahwa oleh karena terjadi perbedaan pendapat dalam Majelis Hakim dan telah diusahakan dengan musyawarah sungguh-sungguh tetapi tidak tercapai mufakat, maka sesuai Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Majelis Hakim mengambil putusan dengan suara terbanyak;

“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: PT. GLOSTAR INDONESIA tersebut harus ditolak;

“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. GLOSTAR INDONESIA tersebut.”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.

Assaalamu’alaikum Ustadz.

Saya sangat gemar dengan batminton, ada beberapa pertanyaan yang terkait dengan kegemaran saya tersebut, diantaranya:

1. Yang kalah membayar 3 kaleng minuman, 1 untuk wasit 2 untuk pemain yang menang. bagaimana hukumnya. (kadang2 yang kalah juga membayar jumlah kok yang dipakai)

2. Sekarang berkembang lagi, karena tiap indifidu butuh patner yang andal dalam bermain, maka kami menggundang pemain yang tentunya kami bayar, hal tersebut juga kami bebankan kepada yang kalah. bagiamana juga hukumnya.

menurut saya uang tersebut halal, karena saya bukan mengadu nasib seperti judi kartu dll. karena disitu ada usaha saya untuk selalu menang dan saya butuh uang tersebut untuk makan minumnya dan membayar pelatih saya dan bayar lapangan. Kalau memang tidak halal harus diapakan uang tersebut.

Terimakasih Ustadz atas perhatianya.

mohon jawabannya. agar hati saya tidak gundah.

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Pardianto yang dirahmati Allah swt

Pada dasarnya musabaqoh (perlombaan) merupakan perkara yang disyariatkan manakala ia dapat membantunya didalam berjihad di jalan Allah swt, baik jihad dengan ilmu maupun jihad dengan kekuatan fisiknya ; seperti : perlombaan lari, berkuda, bergulat, sepak bola, bulu tangkis atau olah raga pada umumnya.

Jumhur ulama membolehkan perlombaan yang tidak menyediakan hadiah bagi pemenangnya sebagaimana riwayat Abu Daud dari Aisyah bahwa dirinya bersama Nabi saw saat safar (bepergian). Aisyah berkata,”Aku mendahului beliau saw dan aku pun mengalahkan beliau saw dengan berlari. Tatkala badanku mulai gemuk aku mencoba mendahului beliau saw namun beliau saw mengalahkanku.’ Beliau saw bersabda,’Inilah balasanku.’

Adapun apa yang anda dan teman-teman anda lakukan didalam permainan bulu tangkis dengan mengharuskan pihak yang kalah membeli 2 kaleng minuman untuk pihak yang menang dan 1 kaleng minuman untuk wasit atau pihak yang kalah membayar pemain tamu yang ikut bermain maka kedua jenis tersebut termasuk kedalam perjudian yang diharamkan dilihat dari dua sisi :

1. Adanya dua kemungkinan yaitu mendapatkan keuntungan atau kerugian pada setiap pemain. Jika dirinya menang maka ia akan mendapatkan keuntungan yaitu 2 kaleng minuman dari pihak yang kalah dan jika dirinya kalah maka dirinya akan membayarkan 2 kaleng minuman kepada pihak yang menang dan 1 kaleng kepada wasit. Para fuqaha berpendapat bahwa hadiah berupa taruhan yang diambil dari kedua pihak yang berlomba tidaklah diperbolehkan dan termasuk kedalam judi yang diharamkan karena setiap dari kedua orang yang bertanding itu tidaklah luput dari untung atau rugi. (baca : Lomba Burung Berkicau)

2. Biaya pertandingan, seperti : memberikan 1 kaleng minuman kepada wasit, membayar pemain undangan, pelatih, sewa lapangan yang dibebankan kepada pihak atau pemain yang kalah maka ini juga termasuk judi yang diharamkan dan uang untuk pembayaran tersebut termasuk suap. Markaz al Fatwa dalam fatwanya No. 45064 : “Para ulama berpendapat bahwa apabila pihak yang kalah didalam suatu pertandingan membayarkan biaya permainan maka ia adalah haram karena bersifat boros dan menyia-nyiakan harta didalam pembelanjaannya pada suatu permainan dan perlombaan, meminta bayaran (dari phak yang kalah, pen) didalam suatu pertandingan adalah tansaksi yang batil sedangkan hasil yang diambil darinya termasuk kedalam bentuk suap, memakan harta dengan cara yang batil serta termasuk dosa besar dan perjudian yang diharamkan.

Jika memang uang yang didapat dari pertandingan seperti itu masih ada pada kalian saat ini maka kalian diharuskan mengembalikannya kepada teman-teman anda yang kalah.

Jadi hendaklah anda bertaubat kepada Allah swt lalu menyudahi dan tidak mengulangi lagi bentuk pertandingan dengan model seperti itu dikarenakan adanya pelanggaran terhadap aturan Allah swt. Bermainlah sebagaimana tujuan dari olah raga itu sendiri yaitu untuk menambah kebugaran, kesehatan dan kekuatan yang dapat menunjang ibadah-ibadah anda kepada Allah swt. Jika memang kalian membutuhkan pembiayaan permainan seperti : makan, minum, sewa lapangan, membayar pelatih atau partner undangan maka ambilah dari sedekah mereka yang ikut bermain atau donatur akan tetapi jangan dibebankan kepada yang kalah.

Main Poker tanpa Taruhan, boleh?

Pada pembahasan tentang dadu telah kita kupas bahwa bermain dadu hukum terlarang, baik dengan tahuran maupun tanpa taruhan. Artikelnya bisa anda simak di: Hukum Main Dadu

Salah satu diantara kesimpulan dalam artikel itu, bahwa para sahabat menilai permainan dadu sebagai perjuadian, meskipun tanpa taruhan.

Hal yang sama juga terjadi pada permainan kartu. Di masa silam, belum ada yang namanya kertas. Alat tulis mereka yang lunak adalah daun atau semacamnya. Mengingat keterbatasan ini, masyarakat di masa itu belum mengenal permainan kartu. Sehingga kita tidak menjumpai keterangan dari para sahabat atau tabiin tentang permainan kartu, karena masyarakat belum mengenal perjudian dengan kartu.

Karena itulah, dalam menghukumi permainan kartu, para ulama kontemporer meng-analogikannya dengan hukum permainan dadu. (Hukmu As-Syar’ fi La’bil waraq, hlm. 18).

Berikut beberapa fatwa mereka tentang permainan kartu

Pertama, Fatwa Imam Ibnu Baz

Beliau ditanya tentang hukum main catur dan main kartu. Jawaban berliau,

Tidak boleh melakukan dua permainan ini atau yang semisalnya. karena keduanya merupakan benda yang melalaikan, menghalangi orang untuk berdizkir dan mengerjakan shalat, serta menyia-nyiakan waktu untuk hal yang tidak benar. Disamping itu bisa memicu timbulnya kebencian dan permusuhan. Ini jika permainan ini dilakukan tanpa taruhan. Dan jika dengan taruhan harta maka status haramnya lebih berat. Karena perbuatan ini termasuk judi, yang kita sepakat hukumnya terlarang. Allahu Waliyyut Taufiq. (Fatawa islamiyah, 3/372)

Kedua, Fatwa Imam Ibnu Utsaimin

Beliau pernah memberi keterangan tentang Permainan kartu. Beliau menyatakan:

Para ulama menegaskan – diantaranya – Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah, bahwa permainan kartu hukumnya haram. Alasan pengharaman ini adalah karena permainan ini sangat melalaikan. Demikian pula telah diterbitkan Fatwa dari Lajnah Daimah di Riyadh, bahwa permainan kartu hukumnya haram. (Hukmu As-Syar’ fi La’bil waraq, hlm. 49)

Ketiga Fatwa Dr. Sholeh Al-Fauzan

Beliau ditanya tentang permainan catur atau kartu tanpa taruhan uang. Jawaban beliau,

Selayaknya seorang muslim menghindari perkara picisan dan perbuatan sia-sia. Dan dia sibukkan dirinya untuk hal yang bermanfaat dan menjaga waktunya dari hal yang tidak ada manfaatnya.

– kemudian beliau berbicara tentang catur, kemudian beliau lanjutkan – ;

Demikian pula permainan kartu, permainan semacam ini, jika dengan taruhan maka statusnya judi yang Allah gandengkan di Al-Quran dengan khamr. Allah sampaikan bahwa judi itu najis maknawi, perbuatan setan. Allah juga sebutkan bahwa judi merupakan alat setan untuk menciptakan permusuhan di kalangan manusia. Jelas itu perbuatan haram, sangat keras haramnya.

Jika permainan kartu dilakukan tabpa taruhan, hukumnya juga haram, karena permainan ini menyia-nyiakan waktu manusia, dan terkadang sampai bergadang untuk menyelesaikan permainan ini, meninggalkan shalat subuh berjamaah atau bahwa tidak shalat subuh pada waktunya. Dan terkadang harus bergabung dengan komunitas orang-orang yang tidak tahu sopan santun untuk melakukan permainan ini. kemudian di tengah-tengah permainan ada omong jorok, mencaci teman, dan semacamnya, seperti yang kita ketahui bersama.

Karena itu, wajib bagi setiap muslim untuk menghindari permainan rendahan semacam ini, yang menyita banyak waktunya sia-sia. (Nur ‘Ala Ad-Darbi, Fatawa hlm. 102 – 103).

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android. Download Sekarang !!

KonsultasiSyariah.com didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia.

Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.

🔍 Sholat Di Perjalanan, Siapakah Imam Mahdi Dan Dajjal, Larangan Suami Ketika Istri Hamil Menurut Islam, Bolehkah Tahajud Berjamaah, Tata Cara Sholat Sunnah Awwabin, Cara Puaskan Suami Diatas Ranjang

Visited 306 times, 6 visit(s) today